Rabu, 03 Desember 2008

PAK LIRA

“ Pak Lira “, begitulah orangtua itu disapa. Ia bekerja sebagai pembantu rumahtangga di rumah Baba Liong. Menurut tetangga baba. Pak Lira yang berusia enam puluh tahun itu telah bekerja di rumah baba Liong sekitar empat puluh tahun. Entah apa yang membuatnya betah mengabdi seumur hidup di rumah baba Liong, dan entah apa pula yang membuat baba Liong senang mempekerjakannya.
Semua anak baba Liong besar dalam perhatian pak Lira , termasuk Memei yang telah sukses sebagai seorang dokter di Jakarta. Suatu hari Memei pulang liburan ke Makassar. Tiba di rumahnya , orang pertama yang dicari adalah pak Lira . Menurut orang di rumahnya pak Lira sudah beberapa hari sakit dan tidak masuk kerja . Dr. Memei yang sangat mengenal pak lira faham benar jika pembantunya itu tidak masuk kerja berarti ia benar-benar sakit parah. Dr. Memei pun segera ke rumah pak Lira.
Air mata Memei berlinang melihat kondisi pak Lira yang sudah tua dan sakit-sakitan , ia lalu memeriksa dan memberinya obat , entah kenapa dalam keharuannya tiba-tiba dr. Memei bertanya “ Pak Lira apa cita-citanya ?”. Pak Lira pun dengan polosnya dan tanpa tendensi mengatakan ia ingin beribadah haji bersama istrinya . Dr.Memei ternyata menanggapi keinginan itu dan dengan bijak ia berkata “ tahun ini pak Lira dan ibu berangkat haji, ajak juga anak bapak si Baso untuk menemani, semua biaya saya siapkan”.
Dr.Memei menatap pak Lira yang masih bingung mendengar ucapannya, kemudian Dr. Memei menyambung pembicaraannya, “ empat puluh tahun pak Lira bekerja di rumah saya . tak pernah terdengar bapak mengeluh, tak pernah pula saya mendapat informasi bahwa pak Lira menceritrakan keburukan keluarga kami di luar. Pak Lira tidak pernah berbuat sesuatu yang merugikan keluarga saya , itulah tanda loyalitas bapak”.
“ Pak Lira selalu memberikan yang terbaik dalam melayani keluarga saya . Bapak tidak peduli apakah kami melihatnya atau tidak, yang penting bagi bapak berbuat yang terbaik, inilah tanda dedikasi pak Lira “.
“ Apa yang bapak yakini sebagai kebaikan, bapak ucapkan dan bapak wujudkan dalam keseharian. Pak Lira juga memenuhi seluruh standar kerja yang ditetapkan keluarga saya. Semua ini merupakan pertanda integritas diri pak Lira “.
“ Loyalitas,dedikasi, integritas yang pak Lira miliki , melahirkan kedisiplinan yang tinggi . Semua ini sangat wajar untuk saya hargai dengan memenuhi harapan pak Lira “.
Kultum dr Memei membuat pak Lira semakin bingung apalagi dengan istilah loyalitas, dedikasi, integritas, kedisiplinan yang tinggi adalah sesuatu yang asing ditelinganya apalagi untuk dia mengerti . Bagi pak Lira hidup adalah berbuat. Baginya loyalitas , dedikasi, integritas, dan kedisiplinan yang tinggi bukanlah hafalan yang akan melahirkan nilai akademis “A”, buatnya semua itu menjadi dzikir kehidupannya “ sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku Lillahi Rabbil ‘Alamin”, dan Allah Maha Melihat lagi Maha Adil. Untuk menetapkan kedudukan kehambaan seseorang di dunia ini dan di akhirat kelak.( Terinspirasi dari kisah nyata seseorang, yang diceritrakan oleh jamaah masjid Al IKhlas Perumnas Makassar. Penulis Rahim,S.Ag).